Pengertian Rumusan Masalah adalah usaha untuk menyatakan
secara tersurat pertanyaan penelitian apa saja yang perlu dijawab atau
dicarikan jalan pemecahan masalahnya. Rumusan masalah merupakan suatu
penjabaran dari identifikasi masalah dan pembatasan masalah. Dengan kata lain,
rumusan masalah ini merupakan pertanyaan yang lengkap dan rinci mengenai ruang
lingkup masalah yang akan diteliti didasarkan atas identifikasi masalah dan
pembatasan masalah. Suatu perumusan masalah yang baik berarti telah menjawab setengah
pertanyaan atau dari masalah. Masalah yang telah dirumuskan dengan baik, tidak
hanya membantu memusatkan pikiran, sekaligus juga mengarahkan cara berpikir
kita.
Tujuan Utama
Penelitian Ilmiah yaitu untuk mencari hubungan atau membedakan dua variabel
atau lebih secara konsepsional. Oleh karena itu, rumusan masalah sebaiknya
dikaitkan dengan tujuan tersebut. Peneliti sebaiknya menggunakan kata-kata
hubungan atau perbedaan, contohnya yaitu korelasi. Karena korelasi merupakan
terminologi statistika.
Menurut Garis
Besarnya, rumusan masalah dapat dibagi atas rumusan masalah deskriptif, rumusan
masalah komparatif dan juga rumusan masalah asosiatif. Contoh-contoh rumusan
masalah yang dimaksud sebagai berikut.
1. Deskriptif
– Berapa persen tingkat disiplin kerja di peternakan A ?
– Seberapa jauh efektivitas kerja di peternakan A ?
2. Komparatif
– Bagaimana perbedaan disiplin kerja di peternakan A dengan
di peternakan B ?
– Apakah terdapat perbedaan efektivitas kerja di peternakan
A dengan peternakan B ?
3. Asosiatif
– Apakah terdapat hubungan antara peternakan A dan
peternakan B ?
– Bagaimana hubungan antara peternakan A dan peternakan B ?
Beberapa contoh
kesalahan kesalahan umum yang sering terjadi di dalam merumuskan masalah.
1. Berusaha mengumpulkan data tanpa perencanaan yang matang
dengan harapan sesuatu pasti akan dapat timbul dari analisis.
2. Menggunakan data yang sudah dikumpulkan atau yang telah ada,
kemudian dilanjutkan dengan mencari masalah yang kira kira cocok dengan data
yang ada.
3. Merumuskan tujuan secara mengambang atau terlalu umum
sehingga kesimpulannya juga bersifat umum. Akibatnya, tujuan menjadi kurang
terpusat.
4. Melaksanakan penelitian tanpa mengadakan kajian pustaka
terhadap penelitian lainnya yang relevan.
5. Melakukan penelitian ad-hoc, unik untuk suatu situasi
khusus sehingga tidak memungkinkan perluasan (generalisasi) dan tidak
menghasilkan sumbungan berarti dalam memajukan ilmu.
6. Melakukan penelitian tanpa landasan teori yang mapan
untuk memberi kesempatan membandingkan hasilnya dan mengevaluasi kesimpulannya.
7. Dalam merumuskan hipotesis tidak mengkaji secara tuntas
adanya kemungkinan hipotesis tandingan yang dapat menjaga interpretasi atau
kesimpulan penelitian.
8. Tidak menyadari kekurangan metodologi penelitian yang
digunakan, sehingga yang terjadi dapat membatasi penafsiran kesimpulan
penelitian.
A. Masalah dan
Penelitian
Menurut Arikunto (1992; 22), dalam bukunya Prosedur
Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, dikatakan bahwa masalah itu mesti
merupakan bagian dari “kebutuhan” seseorang untuk dipecahkan. Penyebab orang
ingin mengadakan penelitian adalah karena ia ingin mendapatkan jawaban dari
masalah yang dihadapi.
Sementara itu Sedarmayanti dan Hidayat (2011), dalam bukunya
Metodologi Penelitian, mengatakan bahwa
masalah adalah peristiwa yang terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari.
Sedangkan apa yang disebut dengan permasalahan penelitian adalah suatu
pembatasan fokus perhatian pada ruang lingkupnya sampai menimbulkan pertanyaan
dalam diri orang-orang yang mencari permasalahan.
Pendapat lain mengatakan bahwa masalah adalah suatu keadaan
yang bersumber dari hubungan antara 2 faktor atau lebih yang menghasilkan situasi
yang menimbulkan tanda tanya dan dengan sendirinya memerlukan upaya untuk
mencari sesuatu jawaban.
Dari ketiga pendapat mengenai definisi masalah di atas, maka
kami menyimpulkan bahwa masalah adalah rangkaian peristiwa yang terjadi dalam
kehidupan sehari-hari yang menimbulkan pertanyaan dalam setiap individu
manusia, serta secara otomatis membutuhkan upaya untuk mencari suatu jawaban
atas masalah yang dihadapi tersebut.
Masalah adalah titik tolak terpenting dalam melakukan sebuah
penelitian. Karena tanpa adanya masalah, maka penelitian tidak akan terjadi
atau pun berjalan dengan lancar. Oleh karena itu, langkah pertama yang mesti
dilakukan dalam rangka mengadakan sebuah penelitian adalah mencari atau memilih
sebuah masalah untuk diteliti.
Baik penelitian kualitatif maupun kuantitatif sepakat bahwa
hal pertama yang harus dilakukan dalam penelitian adalah menentukan sebuah
masalah. Adapun beberapa langkah, khususnya dalam melakukan penelitian
kuantitatif, secara umum dapat dilihat pada bagan berikut
1) Memilih Masalah
2) Studi Pendahuluan
3) Merumuskan Masalah
4) Merumuskan Anggapan Dasar
5) Memilih Pendekatan
6.a) Menentukan Variabel
6. b) Menentukan Sumber Data
Langkah-langkah Penelitian Kuantitatif
7) Menentukan dan Menyusun Instrumen
11) Menyusun Laporan
10) Menarik Kesimpulan
9) Analisis Data
8) Mengumpulkan Data
4. a. ) Hipotesis
Sumber: Arikunto, Suharismi. Prosedur Penelitian: Suatu
Pendekatan Praktik.(Jakarta: PT Rineka Cipta, 1992) (Gambar ada pada setiap
BAB)
B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah adalah pernyataan rinci dan lengkap
mengenai ruang lingkup permasalahan yang akan diteliti berdasarkan identifikasi
dan pembatasan masalah. Karena masalah
itu, sewaktu akan mulai memikirkan suatu penelitian, sudah harus dipikirkan dan
dirumuskan secara jelas, sederhana dan tuntas. Hal itu disebabkan oleh seluruh
unsur penelitian lainnya yang berpangkal pada perumusan masalah tersebut. Namun
terdapat beberapa perbedaan antara perumusan masalah dalam penelitian
kualitatif dengan perumusan masalah pada penelitian kuantitatif. Akan tetapi
sebelum membahas permasalahan dalam penelitian kualitatif maupun kuantitatif,
terlebih dahulu kita akan membahas mengenai menentukan masalah dan kiat-kiat
memilih masalah untuk penelitian.
1. Mencari dan
Menentukan Masalah
Sukandarumidi (2006) dalam bukunya Metodologi Penelitian :
Petunjuk Praktis untuk Peneliti Pemula, mengatakan bahwa dalam menemukan
masalah untuk diteliti, maka seorang peneliti yang bersangkutan harus mampu
menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti Apa, Siapa, Bilamana, Dimana, Mengapa,
dan Bagaimana, apabila ia sudah menemukan masalah yang akan ia teliti.
Contohnya seorang peneliti akan mengangkat suatu masalah mengenai suatu kasus
tentang Penghapusan Diskriminasi Ras. Maka peneliti tersebut harus mampu
menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut :
Apa itu Diskriminasi Ras?
Siapakah Pelaku dan Korban Diskriminasi Ras itu?
Bilamana kasus Diskriminasi Ras itu terjadi?
Dimanakah tempat terjadinya diskriminasi Ras?
Mengapa kasus Diskriminasi Ras dapat terjadi?
Bagaimanakah caranya untuk mengatasi Diskriminasi Ras?
Namun seringkali terjadi, khususnya bagi para peneliti
pemula, yang menemukan kesulitan dalam mendapatkan masalah untuk diteliti dan
darimanakah masalah untuk penelitian tersebut dicari. Maka muncullah
pertanyaan, “Darimanakah sumber-sumber masalah untuk diteliti itu?”
Sebenarnya masalah itu dapat kita temui dalam kehidupan
sehari-hari. Sebagaimana yang sudah disebutkan sebelumnya mengenai definisi
masalah bahwa masalah itu merupakan rangkaian dari peristiwa sehari-hari yang
selalu kita jumpai. Kita dapat mendapatkan masalah dari berbagai fenomena yang
kita lihat dalam kehidupan keseharian kita. Namun, selain dari
fenomena-fenomena yang nampak dan kita saksikan, kita juga dapat menemukan
masalah dari membaca buku, atau pun masalah yang didapatkan karena diberi oleh
orang lain, dan juga masalah yang malah datang dari diri kita sendiri.
Sedarmayanti dan Hidayat (2011; 42), dalam bukunya
Metodologi Penelitian, mengatakan bahwa sumber-sumber masalah penelitian adalah
sebagai berikut :
– Diri
sendiri, yaitu mengukur masalah dengan minat, dapat dilaksanakan atau tidak,
punya waktu, tenaga, dan dana.
– Orang lain,
yaitu mengukur masalah dengan mudahnya data diperoleh, dan perijinan (ijin dari
pihak yang punya masalah maupun pihak berwenang akibat pengaturan
administrasi).
– Karya
ilmiah, yakni mengukur masalah dengan kemanfaatan karya ilmiah tersebut.
Sedangkan Faisal (1999; 45), dalam bukunya Format-format
Penelitian Sosial menyebutkan beberapa sumber-sumber masalah secara umum,
diantaranya adalah sebagai berikut:
– Pengalaman
di lingkungan pekerjaan atau profesi masing-masing peneliti.
– Deduksi dari suatu teori.
– Laporan
Penelitian, dan
–
Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh suatu instansi, lembaga atau
organisasi.
Namun terlepas dari itu semua, alangkah baiknya jika masalah
itu datang dari diri sendiri sesuai dengan minat sang peneliti. Sehingga ketika
menjalankan kegiatan penelitian, peneliti benar-benar menghayati masalah yang
sedang ia teliti tersebut. Lebih jauh lagi, penelitian akan berjalan
sebaik-baiknya jika peneliti menghayati masalah. Karena peneliti tentu akan
lebih senang menggarap masalah yang dihayati daripada yang tidak.(Arikunto,
1992; 23)
Perlu diperhatikan bahwa untuk mengangkat suatu masalah, seorang peneliti juga harus
menguasai bidang ilmunya. Maka Sukandarumidi (2006) memberikan kriteria bahwa
seorang peneliti harus :
– Menguasai
ilmunya
– Mengetahui
metodenya
– Mengetahui
masalahnya, dan
– Mempunyai
rasa ingin tahu yang satu sama lain saling berkaitan dan melengkapi
Itulah mengapa alangkah baiknya jika masalah yang akan
diteliti tersebut memang menarik perhatian si peneliti. Selain itu, masalah
menarik yang didapatkan juga tentu akan berpengaruh dalam menentukan judul
penelitian. Akan tetapi, sekedar menarik saja tidak cukup. Alasan menarik saja
tidak menjamin akan terlaksananya sebuah penelitian. Ada kalanya ketika
peneliti ingin menjawab suatu masalah yang sangat diminatinya, namun ada
faktor-faktor lain yang tidak mendukung terjadinya penelitian atas pemecahan
masalah tersebut. Faktor-faktor tersebut bersumber dari diri sendiri (intern)
dan dari luar (ekstern). Secara singkat, Arikunto (1992) mengemukakan
faktor-faktor pendukung yang harus dipenuhi bagi terpilihnya masalah atau judul
penelitian, yaitu:
Penelitian harus sesuai dengan minat peneliti.
Penelitian dapat dilaksanakan. Ada 4 hal sebagai
pertimbangan penelitian dapat dilaksanakan atau tidak ditinjau dari diri
peneliti yaitu:
Peneliti menguasai dan punya kemampuan untuk memecahkan
masalah yang akan ditelitinya, baik dalam hal teori maupun metoenya.
Peneliti mempunyai waktu yang cukup sehingga tidak
melakukannya asal selesai.
Peneliti mempunyai tenaga untuk melaksanakan, dalam arti
cukup kuat fisiknya untuk merencana, menyusun alat pengumpul data, mengumpulkan
data dan menyusun laporannya.
Peneliti memiliki dana yang cukup untuk penelitiannya.
Tersedia faktor pendukung, faktor ini berasal dari luar diri
peneliti:
Tersedianya data-data sehingga pertanyaan penelitian dapat
dijawab. Misalnya, peneliti ingin mengetahui bagaimanakah rasanya hidup di dalam
tanah, sedangkan untuk mencobanya seolah-olah tidak mungkin.
Ada izin dari yang berwenang, karena banyak hal yang menarik
untuk diteliti namun peneliti dibatasi oleh peraturan-peraturan, misalnya
menyangkut masalah politik, keamanan, ketertiban umum, dan lain sebagainya.
Hasil penelitian bermanfaat. Poin keempat ini adalah poin
terpenting dalam penelitian. Karena salah satu tujuan dari penelitian yang
dilakukan adalah untuk menyumbangkan hasilnya bagi kemajuan ilmu pengetahuan,
meningkatkan efektivitas kerja atau pun mengembangkan sesuatu.
2. Jenis-jenis
Permasalahan
Permasalahan dalam penelitian sering pula disebut dengan
istilah problema atau problematik. Secara garis besar, peneliti
mempermasalahkan fenomena atau gejala atas 3 jenis:
Problema untuk mengetahui status dan mendeskripsikan
fenomena. Sehubungan dengan jenis permasalahan ini terjadilah penelitian
deskriptif (termasuk di dalamnya survei), penelitian historis dan filosofis.
Problema untuk
membandingkan dua fenomena atau lebih (problema komparasi). Dalam
penelitian ini peneliti berusaha mencari persamaan dan perbedaan fenomena,
selanjutnya mencari arti atau manfaat dari adanya persamaan dan perbedaan yang
ada.
Problema untuk mencari hubungan antara dua fenomena
(problema korelasi). Ada 2 macam problema korelasi, yaitu:
Korelasi sejajar, misalnya korelasi antara kemampuan
berbahasa inggris dan kesetiaan ingatan.
Korelasi sebab-akibat, misalnya korelasi antara teriknya
sinar matahari dan larisnya es mambo.
Jenis-jenis penelitian tersebut yang biasanya dijadikan
dasar dalam merumuskan judul penelitian. (Arikunto, 1992; 25)
3. Merumuskan Judul
Dalam hal penulisan atau pun menentukan judul, khususnya
pada penelitian kualitatif, maka usahakan judul penelitian tidak diawali dengan
kata penelitian, studi, atau pun kajian. Buatlah judul penelitian bersifat
umum, belum terfokus, sehingga memberi kemungkinan untuk berkembang sesuai
dengan kondisi yang dihadapi di lapangan, dan tidak menggambarkan
variabel-variabel[4] secara eksplisit.
Lain halnya dengan perumusan judul pada penelitian
kuantitatif. Arikunto, (1992; 28), mengatakan bahwa judul penelitian yang
lengkap diharapkan mencakup:
– Sifat dan
jenis penelitian
– Obyek yang
diteliti
– Subyek
penelitian
– Lokasi/
daerah penelitian
– Tahun/waktu
terjadinya peristiwa.
Contoh:
Studi Komparasi antara metode induktif dan metode deduktif
untuk menghafal rumus-rumus Ilmu Pasti pelajar SMA di Daerah Istimewa
Yogyakarta Tahun 1979.
– Studi
komparasi :
Sifat atau jenis problema.
– Metode
Induktif dan )
deduktif untuk menghafal ) Obyek Penelitian
rumus Ilmu Pasti )
– Pelajar SMA : Subyek
Penelitian
– Daerah
Istimewa Yogyakarta : Lokasi
Penelitian
– Tahun
1979 :
Tahun terjadinya peristiwa.
Apabila judul penelitian ditulis singkat, maka perlu
ditambahkan dengan jelas penegasan judul dan batasan masalah. Penegasan ini
ditulis dalam bagian pendahuluan, laporan, penelitian, dan juga diberi
penjelasan pada waktu penyusunan desain penelitian. Inilah rumusan judul pada
penelitian kuantitatif secara umum.
4. Perumusan
Masalah
a. Perumusan
Masalah dalam Penelitian Kuantitatif
Perumusan masalah dalam penelitian kuantitatif mencakup
latar belakang, rumusan masalah dan tujuan penelitian. Namun kami menngutip
dari Sedarmayanti dan Hidayat (2011; 36) dalam bukunya Metodologi Penelitian,
bahwa perumusan masalah itu meliputi beberapa hal berikut:
Latar belakang masalah
Identifikasi masalah
Pembatasan masalah/ruang lingkup, dan
Rumusan masalah
Adapun penjelasan per poinnya adalah sebagai berikut:
1. Latar Belakang Masalah
Faisal (1999) menyatakan bahwa istilah Latar Belakang
masalah kadang-kadang dinyatakan dengan beberapa istilah lain (yang kesemuanya
mempunyai arti yang sama), seperti “Latar Belakang Penelitian”, “Latar Belakang
Pemilihan Masalah Penelitian”, “Alasan Pemilihan Judul Penelitian”, dan
“Alasan Pemilihan Masalah Penelitian”.
Semua istilah tersebut memiliki makna yang sama, namun yang lebih umum
digunakan adalah “Latar Belakang Masalah”.
Masalah yang diteliti tentunya dimunculkan melalui
serangkaian proses penalaran tertentu dari sumber-sumber tertentu; jadi ada
“konteks” tertentu, yang dari situ (dengan bantuan kemampuan penalaran) kita
dapat merumuskan “masalah penelitian”; yakni masalah yang kita pilih dan kita
usulkan untuk diteliti. Uraian dan penjelasan yang demikian itulah yang mesti
dipaparkan dalam “Latar Belakang Masalah”. Sesuatu yang belum jelas, sesuatu
yang masih tanda Tanya, sesuatu yang belum terketahui secara pasti, dan
jawabannya terletak atau bergantung pada kenyataan empiris, itulah yang (dalam
penelitian kuantitatif) disebut dan dimunculkan sebagai “masalah penelitian”.
Namun, yang menjadi pertanyaan adalah: “Mengapa ia dinilai dan dimunculkan
sebagai “masalah”? apa yang melatarbelakanginya sehingga ia disebut dan
dimunculkan sebagai “masalah”? dalam konteks seperti itulah, “Istilah Latar
Belakang Masalah” kita gunakan di dalam menyusun usulan/rancangan penelitian
(Faisal, 1999; 96-97).
Lebih jauh lagi, Sukandarumidi (2006) menambahkan bahwa
cakupan latar belakang meliputi uraian berikut:
Perumusan masalah
Perumusan masalah berisikan penjelasan mengenai alasan
mengapa masalah yang dikemukakan dalam usul penelitian ini menarik, penting dan
perlu diteliti ditinjau dari berbagai aspek misalnya ditinjau dari aspek ilmu
pengetahuan, teknologi, sosial dan budaya masyarakat.
Keaslian penelitian
Keaslian penelitian memuat pernyataan bahwa masalah yang
dihadapi/diteliti ini belum pernah dipecahkan oleh para peneliti terdahulu,
atau pun dinyatakan dengan tegas mengenai perbedaan penelitian milik kita dengan
penelitian yang sudah pernah dilaksanakan oleh para peneliti lain. Nah, uraian
yang tersebut terakhir ini harus merujuk dari pustaka yang dipakai.
Faedah yang didapatkan
Latar belakang juga harus memuat penjelasan mengenai faedah (manfaat) penelitian untuk pembangunan
masyarakat luas baik untuk masayarakat akademi maupun non akademi.[6]
Namun, jika kita masih juga merasa bingung dalam menetapkan
suatu masalah atau bertanya-tanya mengenai apa yang menyebabkan timbulnya
masalah, maka dalam hal ini pada umumnya ada 4 kriteria yang dijadikan
pertimbangan dalam menetapkan suatu masalah sebagai realitas yang muncul di
lapangan, contohnya:
Adanya kesenjangan antara yang seharusnya (das sollen)
dengan apa yang ada (das sein).
Apabila kita mempunyai sesuatu hal yang diketahui, tetapi
pengetahuan mengenai hal tersebut tidak lengkap.
Apabila diketemukan kontradiksi antara kedua hal yang
berbeda.
Suatu proses yang sedang berjalan dan tiba-tiba berhenti.
[7]
2. Identifikasi
Masalah
Ideentifikasi artinya adalah memerinci masalah sehingga
dapat diketahui dengan jelas. Identifikasi masalah sebaiknya disertai dengan
data yang mendukungnya.[8] Dari berbagai gejala yang memperlihatkan adanya
masalah menimbulkan pertanyaan yang dapat memunculkan masalah baru dan dapat dihimpun
sebagai masalah alternatif, meskipun masih memperlihatkan adanya atau luasnya
permasalahan. Dalam hal ini kita perlu melakukan identifikasi masalah.
Identifikasi masalah dapat dilakukan dengan cara-cara
berikut:
Membaca literatur sebanyak-banyaknya.
Menghadiri berbagai seminar yang terkait.
Mengadakan pengamatan dari dekat.
Mengadakan penelitian kecil dan mencatat hasilnya.
Menyusun penelitian dengan penekanan pada isi dan
metodologinya.
Mengunjungi berbagai perpustakaan, dll.
3. Pembatasan
Masalah
Dengan luasnya permasalahan yang timbul dari
pertanyaan-pertanyaan yang muncul, maka diadakan kemungkinan untuk
mempersempit lingkup pada fokus
perhatian sang peneliti.
4. Rumusan
Masalah
Dalam membuat rancangan penelitian, diharuskan bagi peneliti
untuk menegaskan dan merumuskan masalah yang sedang diteliti secara jelas dan
tegas. Hal itu dilakukan dengan maksud agar keseluruhan proses penelitian bisa
benar-benar terarah dan terfokus pada tujuan yang jelas. Jikalah diajukan
rumusan umum yang mencerminkan pokok permasalahan yang diteliti, maka ia perlu
dirinci ke dalam rumusan-rumusan yang lebih spesifik dan operasional. Rumusan
masalah yang spesifik dan operasional itulah yang hendaknya disejalankan dengan
“wujud jawaban” yang bakal disajikan dan disimpulkan dalam laporan hasil
penelitian.
Setalah memfokuskan perhatian pada masalah yang lebih
spesifik, maka langkah selanjutnya adalah menentukan pertanyaan mengenai
masalah tersebut. Pertanyaan tersebut dapat berupa: apakah, bagaimana, mengapa,
dimana, dll.
Contoh:
Bagaimanakah gambaran jumlah pasangan usia subur yang
menjadi akseptor KB dan yang tidak menjadi akseptor KB, menurut tingkat
pendidikan suami, pekerjaan suami, lama usia perkawinan, dan jumlah anak
kandung yang mereka miliki?
Contoh di atas cukup menunjukkan bahwa rumusan penelitian
hendaknya bisa sekaligus memberikan “bayangan” tentang bagaimana masalah
tersebut akan dijawab dalam penyajian hasil penelitian nantinya; hal itu
merupakan salah satu ukuran dari jelas atau tidaknya suatu rumusan masalah
penelitian; juga baru bisa dikatakan perumusan yang jelas dan tegas, ketika
dapat menjadi “penuntun” yang jelas untuk keperluan penyusunan instrument
pengumpulan data.[9]
b. Perumusan
Masalah dalam Penelitian Kualitatif
1. Merumuskan
masalah penelitian melalui fokus
Perlu diketahui bahwa dalam penelitian kualitatif masalah
itu bertumpu pada suatu fokus. Fokus disini dalam penelitian kualitatif itu
berarti pembatasan masalah itu sendiri yaitu suatu usaha pembatasan dalam sebuah
penelitian yang bertujuan agar mengetahui secara jelas tentang batasan-batasan
mana saja atau untuk mengetahui ruang lingkup yang akan diteliti supaya sasaran
penelitian tidak terlalu luas.
Sebenarnya ada dua maksud yang ingin dicapai dengan
merumuskan masalah penelitian melalui fokus. Pertama, penetapan fokus itu dapat
membantu dalam membatasi penyelidakan atau penelitian, artinya jika fokus itu
sudah ditentukan, maka secara pasti kita sudah mendapatkan batasan-batasan
tentang yang akan diteliti, dan yang lainya kita sudah tidak perlu lagi
menelitinya. Kedua, penetapan fokus dapat membantu dalam mengidentifikasi
data-data mana yang dibutuhkan dan mana yang tidak dibutuhkan atau sudah
memenuhi bidang inklusi-ekslusi atau kriteria masuk-keluar informasi yang baru
didapatkan, maksudnya peneliti sudah mengetahui data-data mana yang relevan
bagi penelitiannya dengan adanya penetapan fokus tersebut.
Untuk menetapkan fokus penelitian, terdapat empat alternatif
yang mana dikemukakan oleh Spradley (Faisal, 1998 dan Sugiyono, 2007) dalam
Andi Prastowo (2011: 137).
Menetapkan fokus pada permasalahan yang disarankan oleh
informan.
Menetapkan fokus berdasarkan domain-domain tertentu
organizing domain.
Menetapkan fokus yang memiliki nilai temuan untuk
pengembangan iptek.
Menetapkan fokus berdasarkan permasalahan yang terkait
dengan teori-teori yang ada.
Terdapat lima kriteria lain dalam menentukan fokus dalam
penelitian kualitatif yang mana diungkapkan oleh Bungin (2008: 64-65) dalam
Andi Prastowo (2011: 137) yakni.
Interesting. Artinya tentukanlah fokus masalah yang akan
diteliti yang menarik baik bagi peneliti ataupun bagi masyarakat, agar bisa
menarik semua kalangan.
Aktual. Maksudnya fokus masalah yang kita pilih itu bersifat
kekinian, atau yang terjadi sekarang atau saat ini. Agar penelitian bisa
memberikan solusi bagi permasalahan yang sedang dihadapi.
Monumental. Yaitu masalah yang bisa selalu bisa diingat oleh
masyarakat. Seperti masalah tentang sosial, agama dan sebagainya.
Spektakuler. Maksudnya masalah yang dipilih itu masalah yang
menakjubkan yang mana akan menarik perhatian banyak kalangan.
Fokus pada tema tertentu. Yaitu fokus masalah itu pada tema
tertentu saja agar tidak melebar dan meluas sehingga menyulitkan bagi peneliti
untuk meneliti tentang apa yang mau diteliti.
Pada akhirnya penetapan fokus masalah dalam penelitian
kualitatif itu akan ditetapkan ketika sudah berada di lapangan penelitian.
Maksudnya kepastianya akan ditentukan di lapangan penelitian, walaupun rumusan
masalah telah dilakukan dengan baik namun mungkin saja terjadi bahwa peneliti
tidak bisa meneliti tentang fokus itu ketika sudah di lapangan penelitian.
Contoh; peneliti pada awalnya ingin meneliti tentang pengaruh filsafat Rene
Descartes di universitas A, karena universitas A tersebut terdapat jurusan
filsafat barat dan peneliti sudah melakukan studi kepustakaan bahwa Descartes
itu mempunyai pengaruh besar terhadap dunia. Namun setelah peneliti sudah
terjun ke universitas A, ternyata mahasiswa-mahasiswa di universitas A itu
justru terpengaruh oleh filsafatnya David Hume. Maka dengan ini, peneliti harus
mengganti fokus masalahnya.
Dalam penelitian kualitatif, perumusan masalah melalui fokus
itu bersifat tentatif dan ini sudah jelas jika melihat dari contoh diatas.
Terdapat tiga kemungkinan dalam penelitian kualitatif tentang masalah yang akan
kita teliti yang mana ini dikemukakan oleh Sugiyono (2007: 30) dalam Andi
Prastowo (2011: 112).
Masalah tetap. Yaitu masalah yang kita teliti itu tetap dan
tidak berubah karena apa yang mau kita teliti itu ada atau sesuai dengan di
latar penelitian. Dengan demikian masalahnya akan tetap dan tidak berubah.
Contoh: dari awal memang kita akan meneliti tentang pengaruh metode dialektika
dalam metode belajar-mengajar di universitas A. setelah diselidiki atau setelah
peneliti mengetahui keadaan dilapangan bahwa memang universitas A itu
menggunkan metode dialektika dalam metode belajar-mengajar, maka peneliti tidak
usah mengganti fokus masalahnya.
Masalah berkembang. yaitu masalah bisa berkembang jika
ketika kita telah di latar penelitian ternyata ada hal-hal atau data-data baru
yang sebelumnya tidak kita duga atau justru kita menduga ada ternyata tidak
ada. Contoh: kita sudah menentukan tentang apa yang mau kita teliti yaitu
metode dialektika dalam metode belajar-mengajar di universitas A. ternyata
ketika sudah mengetahui situasi lapangan, universitas A tidak hanya menggunakan
metode dialektika tetapi juga menggunakan metode yang lainya. berarti masalah
bisa berkembang misalnya menjadi metode dalam belajar-mengajar di universitas
A.
Masalah berubah total. Masalah bisa berubah total jika si
peneliti sudah mengetahui kenyataan dilapangan yang bertentang atau tidak
sesuai dengan fokus masalahnya. Contoh: kita mau meneliti tentang metode
dialektika dalam metode belajar-mengajar di universitas A. ternyata setelah
mengetahui kenyataan dilapangan yang bertentangan bahwa universitas A sama
sekali tidak menggunakan metode dialektika dalam metode belajar-mengajar, maka
fokus masalah tentu akan berubah secara total.
2. Prinsip-prinsip
perumusan masalah Kualitatif
Dalam merumuskan masalah itu terdapat prinsip-prinsip yang
dijadikan pegangan atau patokan bagi para peneliti. Prinsip-prinsip ini ditarik
dari hasil pengkajian perumusan masalah dan bertujuan agar bisa dijadikan pegangan
dan patokan bagi para peneliti. Dalam Moleong (2010: 112-119) Terdapat Sembilan
prinsip dalam perumusan masalah yang mana sebagai berikut:
Prinsip yang berkaitan dengan Teori dari-dasar
Dalam prinsip ini peneliti hendaknya menyadari bahwa
perumusan masalah dalam penelitiannya itu didasarkan pada upaya menemukan teori
dari-dasar sebagai acuan utama. Dengan demikian, masalah yang sebenarnya itu
berada ditengah-tengah kenyataan. Jadi, perumusan masalah ini adalah sekedar
arahan, pembimbing, atau acuan pada usaha menemukan masalah yang sebenarnya.
Masalah yang sebenarnya akan dapat dirumuskan jika peneliti sudah berada dan
bahkan mulai mengumpulkan data. Sedangkan bagi kita, perumusan masalah itu
merupakan aplikasi dari asumsi bahwa suatu penelitian itu tidak mungkin dimulai
dari sesuatu yang kosong.
Prinsip yang berkaitan dengan maksud perumusan masalah
Pada dasarnya penelitian kualitatif adalah upaya penemuan
dan penyusunan teori baru lebih dari sekedar menguji, mengkonfirmasi, atau
verifikasi suatu teori yang berlaku. Dengan demikian perumusan masalah disini
dimaksudkan untuk menunjang upaya penemuan dan penyusunan teori substantif
yaitu teori yang bersumber dari data. Namun, tetap saja prinsip ini tidak
membatasi kita jika ingin menguji suatu teori yang berlaku karena ada pandangan
bahwa penemuan teori yang baru lebih dari sekedar menguji teori yang sedang
berlaku.
Perumusan masalah yang bersifat tentative ini yang kemudian
diubah, dimodifikasi, dan disempurnakan pada latar penelitian akan memperkaya
khazanah ilmu pengetahuan dalam dunia ilmu.
Dengan demikian perumusan masalah mungkin bisa terjadi dua kali, atau
lebih mengalami perubahan dan penyempurnaan. Inilah salah satu cirri khas
penelitian kualitatif yang memang luwes,
longgar dan terbuka.
Prinsip hubungan faktor
Fokus sebagai sumber masalah penelitian adalah rumusan yang
terdiri dari dua atau lebih factor yang menghasilkan tanda Tanya atau
kebingungan. Faktor itu bisa berupa konsep, peristiwa, pengalaman, atau
fenomena. Maka dengan pengertian itu mengarahkan kita untuk memperhatikan tiga
pertimbangan. Pertama, terdapat dua faktor atau lebih, kedua, faktor-faktor itu
dihubungan secara logis atau bermakna, ketiga, hasil penghubungan tadi berupa
suatu keadaan yang menimbulkan tanda tanya atau hal yang membingungkan yang
memerlukan upaya untuk menjawabnya yang mana itu biasa dinamakan tujuan
penelitian. Hal yang perlu diperhatikan disini yaitu dalam perumusan masalah
ketiga aturan itu terpenuhi.
Fokus sebagai wahana untuk membatasi studi
Seorang peneliti biasanya memiliki pandangan atau paradigma
tertentu yang mana mungkin berasal dari pengalaman atau pengetahuan sebelumnya.
Penelitian kualitatif bersifat terbuka dan tidak mengharuskan peneliti harus
menganut suatu paradigma tertentu. Namun apabila peneliti telah menetapkan
masalah dan tujuan penelitianya misalkan untuk menemukan dan menyusun teori
baru yang berasal dari data, maka berarti ia harus benar-benar memegang posisi
paradigma alamiahnya.
Jika hal itu terjadi, maka perumusan masalah bagi peneliti
akan mengarahkan dan membimbingnya pada situasi lapangan bagaimanakah yang akan
dipilih dari berbagai latar yang sangat banyak tersedia.
Prinsip yang berkaitan dengan kriteria inklusi dan eksklusi
Ketika peneliti sudah terjun kelapangan penelitian, maka ia
akan banyak mendapatkan data-data baik melalui pengamatan, wawancara, analisis
dokumen, dan sebagainya. Perumusan fokus yang baik yang dilakukan sebelum
melakukan penelitian dilapangan dan yang
mungkin disempurnakan pada saat ia sudah terjun kelapangan akan membatasi
peneliti guna memilih mana data yang relevan dan mana yang tidak.
Prinsip yang berkaitan dengan bentuk dan cara perumusan
masalah
Ada tiga bentuk perumusan masalah. Pertama, secara diskusi,
cara penyajianya adalah dalam bentuk pernyataan secara deskriptif namun perlu
diikuti dengan pertanyaan-pertanyaan penelitian.k Kedua, secara proporsional,
yaitu secara langsung menghubungkan faktor-faktor dalam hubungan logis dan
bermakna; dalam hal ini ada yang disajikan dalam bentuk uraian atau deskriptif
dan ada pula yang langsung dikemukakan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan
penelitian. Ketiga, secara gabungan, yakni terlebih dahulu disajikan dalam
bentuk diskusi kemudian ditegaskan dalam bentuk proporsional.
Prinsip sehubungan dengan posisi perumusan masalah
Yang dimaksud posisi disini yaitu kedudukan untuk rumusan
masalah diantara unsure-unsur lainya. unsure-unsur lainya yaitu latar belakang
masalah, tujuan, dan acuan teori dan metode penelitian. Prinsip posisi
menghendaki agar rumusan masalah latar belakang penelitian didahulukan karena
latar belakanglah yang memberikan ancang-ancang dan alasan diadakanya
penelitian. Prinsip lainya ialah hendaknya rumusan masalah disusun terlebih
dahulu baru tujuan penelitian karena tujuan penelitian yang akan menjawab dan
menyelesaikan masalah penelitian.
Prinsip yang berhubungan dengan hasil penelaahan kepustakaan
Pada dasarnya perumusan masalah itu tidak bisa dipisahkan
dengan hasil penelaahan kepustakaan yang berkaitan. Hal tersebut diperlukan
untuk mempertajam rumusan masalah walaupu masalah yang sebenarnya bersumber
dari data. Penelaahan kepustakaan mengarahkan serta membingbing kita untuk
membentuk kategori substantif walaupun
perlu diingat bahwa kategori substantif seharusnya bersumber dari data.
Prinsip yang berkaitan dengan penggunaan bahasa
Pada waktu menulis laporan atau artikel hasil penelitian,
ketika merumuskan masalah, hendaknya peneliti mempertimbangkan ragam pembacanya
sehingga rumusan masalah yang diajukan dapat disesuaikan dengan tingkat kemampuan
para pembacanya. Jika disajikan dalam forum ilmiah mestinya berbeda dengan yang
disajikan pada Koran yang dibaca oleh orang awam.
3.
Langkah-langkah perumusan masalah kualitatif
Ada beberapa langkah-langkah dalam perumusan masalah yang
mana sebagai berikut: pertama, tentukan fokus penelitian, kedua, cari berbagai
kemungkinan faktor yang ada kaitanya dengan fokus tersebut dalam hal ini
dinamakan subfokus, ketiga, diantara faktor-faktor yang terkait adakan
pengkajian tentang mana yang sangat menarik untuk ditelaah kemudian tetapkan
mana yang mau dipilih, keempat, kaitkan secara logis faktor-faktor subfokus
yang dipilih dengan fokus penelitian.
5. Tujuan Penelitian
Dalam hal merumuskan tujuan penelitian, maka tentunya tujuan
itu harus sejalan dan konsisten dengan rumusan penelitian. Karena apa yang
dinyatakan dalam rumusan masalah penelitian juga perlu dinyatakan sebagai
tujuan dari sesuatu penelitian; hanya saja formulasinya bisa berbeda. Dalam
rumusan tujuan misalnya dikatakan seperti ini: “ Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi, mengolah, dan menganalisi data tentang: 1…, 2…, 3… dan
seterusnya”.
Disamping itu, khusus untuk penelitian yang tergolong
decision oriented inquiry (seperti halnya studi atau penelitian evaluasi),
produk/hasil penelitian yang berupa rekomendasi (rekomendasi tentang apa dan
untuk siapa) juga perlu dinyatakan di dalam rumusan tujuan penelitian; bila
lahirnya rekomendasi juga menjadi tujuan sejak semula (sebagai produk yang
“dinantikan” oleh pemesan atau sponsor penelitian), maka hal tersebut juga
perlu dinyatakan dalam tujuan penelitian (Faisal, 1999; 101-102).
Lebih jauh lagi, Arikunto (1992;48) menambahkan bahwa,
apabila problematik (hal yang dipertanyakan) penelitian dikemukakan dalam
kalimat pertanyaan, maka tujuan penelitian dirumuskan dalam kalimat pertanyaan
juga. Tujuan penelitian adalah rumusan kalimat yang menunjukkan adanya sesuatu
hal yang diperoleh setelah penelitian selesai.
Sebenarnya apabila ditilik dari isinya sesuatu yang ingin
dicapai, yang merupakan tujuan penelitian, sama dengan jawaban yang dikehendaki
dalam problematik penelitian. sama halnya dengan yang dikatakan oleh Faisal
(1999) sebelumnya, bahwa perbedaannya hanya terletak pada rumusannya.
Apabila dikaitkan antara problematik, tujuan penelitian dan
kesimpulan, maka akan terlihat sebagai berikut,
Problematik (Hal Yang dipertanyakan)
Tujuan Penelitian (Jawaban yang ingin dicari)
Kesimpulan ( Jawaban Yang diperoleh)
Antara ketiga hal tersebut haruslah sinkron. Misalnya, jika
pada problematik terdapat 3 hal yang dipertanyakan maka ada 3 hal yang menjadi
tujuan atau ada 3 jawaban yang diharapkan, dan setelah selesai penelitian, aka
nada 3 jawaban dalam kesimpulan.
6. Manfaat Penelitian
Rumusan tentang kegunaan hasil penelitian adalah kelanjutan
dari tujuan penelitian. Meskipun sebenarnya penjelasan mengenai kegunaan
penelitian hasil penelitian ini tidak mutlak harus ada. Apabila peneliti telah
selesai mengadakan penelitian dan memperoleh hasil, ia diharapkan dapat
menyumbangkan hasil itu kepada Negara, atau khususnya kepada bidang yang sedang
diteliti.
Namun pembicaraan mengenai kegunaan hasil penelitian ini
menjadi penting setelah beberapa peneliti tidak dapat mengatakan sebenarnya apa
hasil apa yang diharapkan, dan sejauh mana sumbangannya terhadap kemajuan ilmu
pengetahuan (Arikunto, 1992; 50).
C. Kriteria Masalah
Penelitian yang Baik
Sedarmayanti dan Hidayat (2011; 41-42) dalam Metodologi
Penelitian menyebutkan beberapa ciri-ciri dari masalah penelitian yang baik,
diantaranya adalah sebagai berikut :
–
Mencerminkan kebutuhan yang dirasakan
– Merupakan
fakta
– Menyarankan
hipotesis (dapat diuji), dan
– Dapat
dikuasai oleh peneliti.
Sedangkan beberapa pakar lain mengatakan bahwa sifat masalah
penelitian yang baik adalah :
– Bermanfaat
– Ada rancangan yang lebih kompleks
– Dapat
diselesaikan sesuai waktu yang diinginkan, dan
– Tidak
bertentangan dengan moral, yaitu mematuhi etika penelitian. Dalam hal ini,
etika penelitian memberikan patokan apa yang sah dikerjakan dan apa yang
dilarang dilakukan serta nilai-nilai moral yang harus dipatuhi oleh seorang
peneliti dalam melakukan pelaksanaan proses penelitian. Karena dalam nelakukan
penelitian, peneliti harus menjunjung nilai-nilai moral dengan kejujuran
metodologi, prosedur harus dijelaskan kepada objek penelitian, tidak melanggar
privacy, dan kebenaran dalam pengumpulan data dan pengolahan data.
Dan beberapa kelompok ahli mengatakan bahwa syarat-syarat
rumusan masalah yang baik adalah:
– Feasible,
yaitu masalah tersebut harus mampu dipecahkan oleh peneliti dengan tidak banyak
menghabiskan dana, tenaga dan waktu.
– Signifikan,
artinya harus penting dipecahkan dan dapat memberikan kontribusi terhadap ilmu
pengetahuan dan pemecahan masalah.
– Jelas,
yakni semua orang memberikan persepsi yang sama terhadap masalah yang kita
pilih tersebut.
– Bersifat
etis, yakni tidak berkenaan dengan hal yang bersifat etika, moral, atau
keyakinan-keyakinan agama yang dapat meresahkan masyarakat.
Adapun, selain itu, faktor-faktor yang mempengaruhi masalah
penelitian adalah sebagai berikut :
– Paradigma
– Nilai
–
Kebersaksian
– Metodologi
– Satuan
analisis
– Waktu
Sumber :
http://www.informasiahli.com/2015/07/pengertian-rumusan-masalah-dalam-penelitian.html
https://hidrosita.wordpress.com/2013/02/17/masalah-dan-perumusan-masalah-dalam-penelitian-kualitatif-dan-kuantitatif/
0 komentar :
Posting Komentar